BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di satu sisi dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis ( operation, marketing, dan finance). Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut. Finance menghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan Marketing dan operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi.
Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin (tidak terganggu).
Usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari prinsip-prinsip ekonomi, yaitu jangan sampai biaya-biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi. Baik persediaan yang terlalu banyak, maupun terlalu sedikit akan minimbulkan membengkaknya biaya persediaan. Jika persediaan terlalu banyak, maka akan timbul biaya-biaya yang disebut carrying cost, yaitu biaya-biaya yang terjadi karena perusahaan memiliki persediaan yang banyak, seperti : biaya yang tertanam dalam persediaan, biaya modal (termasuk biaya kesempatan pendapatan atas dana yang tertanam dalam persediaan), sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pegawai pergudangan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan persediaan, biaya kerusakan/kehilangan,
Begitu juga apabila persediaan terlalu sedikit akan menimbulkan biaya akibat kekurangan persediaan yang biasa disebut stock out cost seperti : mahalnya harga karena membeli dalam partai kecil, terganggunya proses produksi, tidak tersedianya produk jadi untuk pelanggan. Jika tidak memiliki persediaan produk jadi terdapat 3 kemungkinan, yaitu : 1). Konsumen menangguhkan pembelian (jika kebutuhannya tidak mendesak). Hal ini akan mengakibatkan tertundanya kesempatan memperoleh keuntungan. 2). Konsumen membeli dari pesaing, dan kembali ke perusahaan (jika kebutuhan mendesak dan masih setia). Hal ini akan menimbulkan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan selama persediaan tidak ada. 3). Yang terparah jika pelanggan membeli dari pesaing dan terus pindah menjadi pelanggan pesaing, artinya kita kehilangan konsumen.
Selain biaya di atas dikenal juga biaya pemesanan (ordering cost) yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan sejak penempatan pesanan sampai tersedianya bahan/barang di gudang. Biaya-biaya tersebut antara lain : biaya telepon, biaya surat menyurat, biaya adminisrasi dan penempatan pesanan, biaya pemilihan pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan bahan/barang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Persediaan
Persediaan (inventory) adalah bahan-bahan atau barang (sumberdaya-sumberdaya organisasi) yang disimpan yang akan dipergunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya : untuk proses produksi atau perakitan, untuk suku cadang dari peralatan, maupun untuk dijual. Walaupun persediaan hanya merupakan suatu sumber dana yang menganggur, akan tetapi dapat dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan.
Berdasarkan kepada fungsinya persediaan dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : Lot-size inventory, fluctuation stock, dan anticipation stock.
Lot-size-inventory, yaitu persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada sat itu. Cara ini dilakukan dengan tujuan : memperoleh potongan harga (quantity discout) karena pembelian dalam jumlah yang besar, dan memperoleh biaya pengang-kutan per unit yang rendah.
Fluctuation stock, merupakan persediaan yang diadakan untuk menghadapi permintaan yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, serta untuk mengatasi berbagai kondisi tidak terduga seperti : terjadi kesalahan dalam peramalan penjualan, kesalahan waktu produksi, kesalahan pengiriman.
Anticipation Stock, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan seperti mengantisipasi pengaruh musim, dimana pada saat permintaan tinggi perrusahaan tidak mampu menghasilkan sebanyak jumlah yang dibutuhkan. Disamping itu juga persediaan ini ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan sulitnya memperoleh bahan sehingga tidak menggangu operasi perusahaan.
Sedangkan berdasarkan kepada bentuk fisiknya pesediaan dapat dikelompokkan ke dalam menjadi 5 jenis persediaan,yaitu persediaan : bahan baku (raw material), komponen rakitan (parts/components), bahan pembantu (supplies), barang dalam proses (work in process), dan barang jadi (finished goods).
Bahan baku adalah barang-barang berwujud (seperti : kayu, tanah liat, besi ) yang akan digunakan dalam proses produksi. Barang tersebut bisa diperoleh dari sumber alam, dibeli dari para pemasok, atau dibuat sendiri untuk dipergunakan dalam proses selanjutnya. Komponen adalah bagian produk yang diperoleh dari perusahaan lain yang secara langsung akan dirakit. Bahan pembantu adalah barang atau bahan yang dipergunakan di dalam proses produksi, akan tetaapi tidak merupakan bagian daari produk akhir.
Barang dalam proses atau barang setengah jadi, adalah seluruh barang/bahan yang telah mengalami pengolahan (merupakan hasil dari suatu proses) akan tetapi masih harus mengalami pengolahan lebih lanjut untuk siap menjadi produk jadi. Barang jadi adalah seluruh barang yang telah mengalami pengolahan dan telah siap di jual kepada konsumen.
B. Jenis-Jenis Persediaan
Tiga bentuk utama dari persediaan perusahaan yaitu persediaan bahan mentah, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi.
· Persediaan Bahan Mentah
Bahan mentah adalah merupakan persediaan yang dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau proses akhir dari perusahaan. Adapun jumlah bahan mentah yang harus dipertahankan oleh perusahaan akan sangat tergantung pada:
- Lead time (waktu yang dibutuhkan sejak saat pemesanan sampai dengan bahan
diterima)
- Jumlah pemakaian
- Jumlah investasi dalam persediaan
- Karakteristik fisik dari bahan mentah yang dibutuhkan.
· Persediaan Barang Dalam Proses
Persediaan barang dalam proses terdiri dari keseluruhan barang-barang yang digunakan dalam proses produksi tetapi masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk menjadi barang yang siap untuk dijual (barang jadi).
Persediaan barang dalam proses adalah merupakan jenis persediaan yang paling tidak likuid karena akan cukup sulit bagi perusahaan untuk dapat menjual barang-barang yang masih dalam bentuk setengah jadi. Karakteristik lainnya adalah bahwa barang dalam proses merupakan suatu bentuk ”peninggalan nilai”. Karena dengan adanya proses transformasi dari bahan mentah menjadi baranga jadi, melalui proses produksi, dibutuhkan adanya tambahan biaya tenaga kerja, bahan mentah lain dan bahan pembantu serta biaya overhead.
· Persediaan Barang Jadi
Persediaan barang jadi adalah merupakan persediaan barang-barang yang telah selesai diproses oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual.
C. Pengendalian Persediaan
· Fungsi Persediaan.
1. Menghilangkan/mengurangi risiko keterlambatan pengiriman bahan
2. Menyesuaikan dengan jadwal produksi
3. Menghilangkan/mengurangi resiko kenaikan harga
4. Menjaga persediaan bahan yang dihasilkan secara musiman
5. Mengantisipasi permintaan yang dapat diramalkan.
6. Mendapatkan keuntungan dari quantity discount
7. Komitmen terhadap pelanggan.
· Sistem Pengendalian Persediaan
Sitem ABC
Seringkali suatu organisasi/perusahaan dihadapkan kepada masalah penyimpanan dan pemeliharaan persediaan yang berbeda-beda, baik itu bahan baku, komponen, maupun barang jadi. Dalam kondisi seperti ini manajemen harus memberikan prioritas pengendalian yang ketat kepada jenis persediaan yang nilainya tinggi, sedangkan terhadap persediaan yang nilainya rendah pengendalian dapat dilakukan dengan agak longgar, sebab terlalu ketat pengendalian terhadap jenis ini bisa jadi biaya pengendalian menjadi lebih tinggi dari nilai persediaannya.
Agar pengendalian efisien, maka persediaan tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Klasifikasi biasanya dibagi menjadi tiga, yang biasa disebut klasifikasi ABC. Konsep ini diperkenalkan HF. Dickie pada tahun 1950 an.Klasifikasi didasarkan kepada nilai persediaan. Dengan diketahuinya klasifikasi ini, maka pengendalian akan dilakukan lebih intensif kepada item tertentu yang merupakan item yang terpenting dari seluruh item yang ada dibandingkan dengan item lainnya.
Nilai dalam klasifikasi ABC adalah volume bahan yang dibutuhkan selama suatu periode dikalikan dengan harganya, dengan perkataan lain nilai di sini adalah nilai investasi (volume rupiah tahunan). Item yang memiliki nilai investasi yang lebih tinggi dari item lain dianggap item yang lebih penting, sehingga akan mendapat perhatian yang lebih serius dalam pengendaliannya.
Item persediaan yang termasuk klasifikasi A adalah item yang memiliki jumlah fisik yang relatif sedikit (sekitar 20 persen) akan tetapi memiliki nilai rupiah tahunan yang tinggi (mencapai sekitar 70 persen) dari seluruh investasi persediaan. Kelompok ini harus mendapat perhatian yang serius karena berdampak biaya tinggi dalam persediaan.
Klasifikasi B, adalah kelompok persediaan yang memiliki volume fisik sekitar 30 persen item dan sekitar 20 persen dari nilai investai tahunan. Terhadap kelompok persediaan ini pengendalian dilakukan secara moderat.
Klasifikasi C, adalah barang-barang yang secara fisik mencapai sekitar 50 persen item dan sekitar 10 persen nilai investasi tahunan. Terhadap kelompok persediaan ini hanya diperlukan teknik pengendalian yang sederhana, dan pemeriksaan hanya perlu dilakukan sekali-kali. Nilai-nilai persentasi di atas bukan merupakan nilai yang mutlak, akan tetapi sangat tergantung kepada kebijakan perusahaan, dan begitu juga klasifikasinya tidak mutlak harus tiga klasifikasi.
Sistem Terkomputerisasi
Komputer sering digunakan sebagai alat pengendalian persediaan. Dengan sistem tersebut, komputer akan mencatat persediaan awal. Kemudian, jika barang terjual, komputer akan secara otomatis mencatatnya dan memperbaharui posisi persediaan. Jika persediaan menyentuh batas tertentu, komputer akan secara otomatis memesan barang dagangan ke supplier.
Sistem Tepat Waktu / Just-In-Time
Sistem persediaan Just-In-Time bertujuan meminimalkan tingkat persediaan, kalau bisa tingkat persediaan ditekan menjadi nol. sistem semacam ini, suplier akan ditekan sedemikian rupa sehingga bisa mendatangkan barang hanya beberapa jam sebelum dibutuhkan. Pada giliran selanjutnya, supplier dari supplier tersebut akan ditekan lebih lanjut agar bisa menyediakan barang dengan cepat. Tentu saja perubahan perilaku semacam itu tidak hanya terjadi di perusahaan, tetapi juga pada mata rantai pemasok perusahaan.
D. Biaya Inventory
Biaya Penyimpanan (holding cost/carrying costs) ;
l Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan, mis: penerangan, pemanas, pendingin, dll)
l Biaya modal (opportunity cost of capital)
l Biaya keusangan
l Biaya penghitungan fisik dan konsiliasi laporan
l Biaya asuransi
l Biaya pajak persediaan
l Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan
l Biaya penanganan persediaan
l dll
Biaya Pemesanan (order costs) :
l Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
l Upah
l Biaya telpon
l Pengeluaran surat menyurat
l Biaya pengepakan dan penimbangan
l Biaya pemeriksaan penerimaan
l Biaya pengiriman ke gudang
l Biaya hutang lancar
l dll
Biaya Persiapan (setup costs) :
l Biaya mesin-mesin penganggur
l Biaya persiapan tenaga kerja langsung
l Biaya scheduling (penjadwalan)
l Biaya ekspedisi
l Dll
Biaya Kehabisan/kekurangan Bahan (shortage costs)
l Kehilangan penjualan
l Kehilangan langganan
l Biaya pemesanan khusus
l Biaya ekspedisi
l Selisih harga
l Terganggunya operasi
l Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial
l dll
E. Economical Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity (EOQ) atau Economic Lot Size (ELS) merupakan suatu metode manajemen persediaan paling terkenal dan paling tua. Diperkenalkan oleh FW. Harris sejak tahun 1914. Model ini dapat dipergunakan baik untuk persediaan yang dibeli maupun yang dibuat sendiri, dan banyak digunakan sampai saat ini karena penggunaannya relatif mudah. Model ini mampu untuk menjawab pertanyaan tentang kapan pemesanan/pembelian harus dilakukan dan berapa banyak jumlah yang harus dipesan agar biaya total (penjumlahan antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan) menjadi minimum.
Agar model ini dapat dipergunakan, diperlukan pemenuhan terhadap asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Permintaan terhadap bahan/barang independen
2. Tingkat persediaan diketahui dan bersifat konstan.
3. Lead time diketahui dan bersifat konstan.
4. Tidak terdapat quantity discount.
5. Harga per unit konstan sepanjang periode analisis.
6. Biaya penyimpanan per unit konstan.
7. Biaya pemesanan per pesanan konstan.
8. Barang yang dipesan/disimpan hanya satu jenis.
9. Tidak ada pesanan yang ditunda.
Besarnya biaya persediaan total dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
D Q
TC = S + H
Q 2
Sedangkan untuk menentukan jumlah pembelian yang paling ekonomis digunakan formulasi sebagai berikut :
2 DS
Q = EOQ =
H
Keterangan : D = kebutuhan per tahun
S = biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = biaya penyimpanan per tahun per unit
Q = jumlah pesanan setiap pemesanan
TC = total biaya
Frekuensi pemesanan adalah jumlah permintaan per tahun dibagi dengan jumlah pemesanan yang paling ekonomis, secara matematis ditulis :
D
F = --- KALI PER TAHUN
Q
Jangka waktu antar setiap pesanan adalah jumlah hari kerja dalam satu tahun dibagi dengan frekuensi pemesanan, atau ditulis :
Jumlah hari kerja per tahun
T =
Frekuensi pemesanan
BAB III
PENUTUP
Persediaan biasanya merupakan aktiva lancar terbesar dari suatu perusahaan, dan diperlukan pengukuran yang tepat untuk menjamin laporan keuangan yang akurat. Jika persediaan tidak dihitung secara tepat, pengeluaran dan penerimaan tidak dapat dicocokkan secara benar. Jika persediaan akhir tidak benar, maka hasilnya adalah saldo-saldo dari neraca berikut ini uga tidak akan benar: persediaan barang dagangan, total aktiva, dan ekuitas pemilik modal. Ketika persediaan akhir tidak benar, harga pokok penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam laporan laba rugi.
Fungsi Persediaan.
1. Menghilangkan/mengurangi risiko keterlambatan pengiriman bahan
2. Menyesuaikan dengan jadwal produksi
3. Menghilangkan/mengurangi resiko kenaikan harga
4. Menjaga persediaan bahan yang dihasilkan secara musiman
5. Mengantisipasi permintaan yang dapat diramalkan.
6. Mendapatkan keuntungan dari quantity discount
7. Komitmen terhadap pelanggan.
Jika tidak memiliki persediaan produk jadi terdapat 3 kemungkinan, yaitu : 1). Konsumen menangguhkan pembelian (jika kebutuhannya tidak mendesak). Hal ini akan mengakibatkan tertundanya kesempatan memperoleh keuntungan. 2). Konsumen membeli dari pesaing, dan kembali ke perusahaan (jika kebutuhan mendesak dan masih setia). Hal ini akan menimbulkan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan selama persediaan tidak ada. 3). Yang terparah jika pelanggan membeli dari pesaing dan terus pindah menjadi pelanggan pesaing, artinya kita kehilangan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, M.B.A. Dr. Mamduh M. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Syamsuddin, M.A., Drs. Lukman. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Brigham, Eugene F. Dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta:
Erlangga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar