Sabtu, 01 Mei 2010

BUDAYA ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA (Studi Kasus : BALITBANG Departemen Pertahana RI)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Disiplin ilmu budaya sebenarnya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Sekitar tahun 1979 kata budaya seringkali dikaitkan dengan organisasi. Andrew Pettigrew (dalam Sopiah, 2008) dalam tulisannya di Journal Science Quarterly yang memuat istilah organizational corporate culture mendapat perhatian yang cukup luas baik dari kalangan akademisi, praktisi bisnis maupun organization theoritist.
Memahami konsep budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah. Belum adanya kesepakatan atas konsep budaya organisasi ini menyebabkan munculnya pemahaman yang bervariasi dan kontroversi. Bidang study budaya organisasi inipun dapat dikatakan masih berusia muda.
Linda Smircich (1983) dalam Sopiah (2008) mengatakan bahwa ada 2 kubu berkaitan dengan budaya organisasi. Kubu pertama berpandangan bahwa, ”Organization is a culture.” dan kubu yang kedua berpandangan bahwa ”Organization has culture.” Kubu pertama menganggap bahwa budaya organisasi adalah hasil budaya. Oleh karenanya aliran ini menekankan pada pentingnya penjelasan deskriptif atas sebuah organisasi. Sebaliknya, aliran yang kedua justru memberikan penekanan pada faktor penyebab terjadinya budaya dalam organisasi dan implikasinya terhadap organisasi tersebut, misalnya dengan melakukan pendekatan manajerial.
Dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Wheelen & Hunger (tanpa tahun) dalam Nimran (1997). Sejumlah peran penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan adalah; (a) Membantu pengembangan rasa memiliki jati diri bagi karyawan, (b) Dipakai untuk mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi, (c) Membantu stabilitas organisasi sebagai suatu sistem sosial, (d) Menyajikan prilaku sebagai hasil dari norma perilaku yang dibentuk.
Berbagai praktik di atas dapat memperkuat budaya organisasi dan memastikan karyawan yang bekerja sesuai dengan organisasi, memberi imbalan sesuai dukungan yang diberikan. Sosialisasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta kemungkinan keluar dari pekerjaan (Peters, 1997, dalam Nurfarhati, 1999). Beberapa hal yang dapat dilakukan organisasi untuk mempertahankan budaya organisasi adalah menyusun asumsi dasar, menyatakan dan memperkuat nilai yang diinginkan dan menyosialisasikannya melalui contoh (Hellregel, 1996, dalam Nurfarhati, 1999).
Secara konseptual, sesungguhnya bangsa Indonesia ini sudah memiliki budaya kerja dalam pengertian sebagai pola bagi tindakan. Dalam relasinya dengan dunia kerja masyarakat sudah memiliki dasar-dasar untuk bekerja keras. Teks kerja keras tersebut dapat dilihat di dalam kaitannya dengan ajaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawai dan ukhrowi. Seseorang tidak saja harus sepenuhnya mencari kebahagiaan di akhirat tetapi juga harus mencari kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi. Nabi Muhammad saw juga menyatakan: ”bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”. Hadits ini mengandung makna bahwa Islam mengajarkan keseimbangan agar seseorang tidak hanya memilih salah satu sebagai jalan hidupnya tetapi juga menjaga keseimbangan di dalamnya. Kepentingan dunia didahulukan bukan dinomorsatukan karena kita memang hidup di dunia dan kepentingan akhirat juga didahulukan bukan dinomor duakan karena semua akan kembali ke sana.

1.2 Rumusan Masalah
Mengetahui apa itu budaya organisasi dan budaya kerja beserta studi kasusnya. Mahasiswa dituntut mengerti apa yang diperlukan dalam menciptakan budaya organisasi dan budata kerja baik itu sumber daya manusia/sumber daya perusahaan.

1.3 Tujuan
Memberikan informasi kepada kita mulai dari pengertian budaya dan kebudayaan, pengertian budaya organisasi, pengertian budaya kerja, manfaat budaya organisasi dan budaya kerja dan juga pengaruhnya terhadap perusahaan.

1.4 Manfaat
• Mahasiswa dapat menggunakan penjelasan ini untuk di implementasikan/bekerja pada perusahaan.
• Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang diperlukan dalam menciptakan budaya organisasi dan budaya kerja.
• Mengetahui manfaat dan karakteristik dalam budaya organisasi dan budaya kerja.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Budaya Dan Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993).
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.2 Pengertian Budaya Organisasi

Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robbins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang mempedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan impleentasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.

2.3 Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi

Hasil penelitian yang dilakukan O’Reilly, Chatman dan Cadwel (1991) dan Sheridan (1992) menunjukan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi prilaku dan sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan antara person-organization fit dengan tingkat kepuasaan kerja, komitmen dan turnover karyawan, dimana individu yang sesuai dengan budaya organisasi memiliki kecendrungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk tetaptinggal dan bekerja di organisasi, sebaliknya individu yang tidak sesuai dengan budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasaan kerja dan komitmen yang rendah, akibatnya kecendrungan untuk meninggalkan organisai tentu saja lebih tinggi. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa nilai budaya secara signifikan mempengaruhi efektifitas organisasi melalui peningkatan kualitas output dan mengurangi biaya pengadaantenaga kerja.

Dengan memahamidan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan mendorong para manajer/ pimpinan menciptakan kultur yang menekankan pada interpersonal relationship (yang lebih menarik lagi) di banding dengan kultur yang menekankan pada work task. Menurut Robbins ( 1993 ) ada sepuluh karateristik kunci yang merupakan inti budaya organisasi,yakni:
1. Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing.
2. Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dari pada kerja individual
3. People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang di ambil digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi.
4. Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkondisi.
5. control, yaitu banyaknya/jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan prilaku karyawan.
6. Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadilebih agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
7. Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan di alokasikan sesuai dengan kinerja karyawan di bandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau factor-faktor non kinerja lainya.
8. Conflict tolerance,yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk bersikap terbuka terhadap konfik dan kritik.
9. Means-endsorientation, yaitu intensitas manajeman dalam menekankan pada penyabab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang di gunakan untuk mengembangkan hasil.
10. Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasidan respon yang di berikan untuk mengubah lingkungan eksternal.

2.4 Manfaat Budaya Organisasi

Kesinambungan organisasi sangat tergantung pada budaya yang dimiliki. Sutanto ( 1997 ) mengemukan bahwa budaya organisasi perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai daya pun dapat berfungsisebagai rantai pengikat dalam proses menyamakan persepsi angota / karyawan terhadap suatu permasalahan, sehingga akan menjadi suatu kekuatan dalampencapaian tujuan organisasi

Beberapa manfaat budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1. membatasi peran yang membadakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda
2. menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota
3. mementingkan tujuan bersama dari pada mengutamakan kepentingan individu
4. menjaga stabilitas organisasi.

2.5 Dimensi-dimensi Budaya Organisasi
Terdapat banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ni mempengaruhi perilaku yang mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidak sepakatan atau bahkan konflik (Erly, 1993, dalam Gibson, 1996). Gibson (1996) menyebutkan 7 dimensi budaya, yaitu hubungan manusia dengan alam, individualisme versus kolektivisme, orientasi waktu, orientasi aktivitas, informalitas, bahasa dan kepercayaan.
Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk membedakan budaya organisasi, menurut Robbins (1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu: (1) Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko. (2) Perhatian ke hal yang rinci. Sejauh mana para karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan, anaisis dan perhatian kepada rincian. (3) Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mendapatkan hasil itu. (4) Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil dari orang-orang di dalam organisasi itu. (5) Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya individu-individu. (6) Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukan bersantai. (7) Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankanya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.
Luthans (1998) menyebutkan sejumlah karakteristik yang penting dari budaya
organisasi, yang meliputi:
1. Aturan-aturan perilaku
Yaitu bahasa, terminologi dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi.
2. Norma
Adalah standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu. Lebih jauh di masyarakat kita kenal adanya norma agama, norma sosial, norma susila, norma adat, dll.
3. Nilai-nilai dominan
Adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja.
4. Filosof
Adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para keryawan dan pelanggannya, seperti ”Kepuasan Anda adalah harapan Kami”, ”Konsumen adalah Raja”,dll.
5. Peraturan-peraturan
Adalah aturan yang tegas dari organisasi. Pegawai baru harus mempelajari peraturan ini agar keberadaannya dapat diterima di dalam organisasi.
6. Iklim Organisasi
Adalah keseluruhan ”perasaan” yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan diri dalam berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi.
2.6 Karakteristik Budaya Organisasi
Ada beberapa karakteristik budaya organisasi yang perlu mendapatkan perhatian dari perusahaan, antara lain:
1. Kepemimpinan. Pengertian kepemimpinan yaitu sebagai proses mempengaruhi segala aktivitas ke arah pencapaian suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan seorang pemimpin diharapkan dapat menjadikan perubahan ke arah yang lebih baik yaitu perubahan pada budaya kerja sebuah organisasional. Perubahan budaya kerja yang slow down diharapkan dapat diubah dengan budaya produktif karena pengaruh kepemimpinan atasan yang lebih mengutamakan pada otonomi atau kemandirian para anggota. Diharapkan pula adanya otonomi tersebut dapat menjadikan para anggotanya menjadi lebih inovatif dan kreatif, dalam pengambilan keputusan dan kerja sama. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam budaya organisasi, terutama pada organisasi yang budaya organisasinya lemah.
2. Inovasi.Dalam mengerjakan tugas-tugas, organisasi lebih berorientasi pada pola pendekatan ”pakai tradisi yang ada” dan memakai metode-metode yang teruji atau pemberian keleluasaan kepada anggotanya untuk menerapakan cara-cara baru melalui eksperimen.
3. Inisiatif individu. Inisiatif individu meliputi tanggung jawab, kebebasan, dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, yaitu kewenangan dalam menjalankan tugas dan seberapa besar kebebasan dalam mengambil keputusan.
4. Toleransi terhadap resiko. Dalam budaya organisasi manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mampu dalam menghadapi resiko di dalam pekerjaannya.
5. Pengarahan yaitu kejelasan organisasi dalam menentukan sasaran dan harapan terhadap sumber daya manusia atas hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas, dan waktu penyelesaian.
6. Integrasi. Integrasi di sini adalah bagaimana unit-unit di dalam organisasi didorong untuk menjalankan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik, yaitu seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama di tekankan dan seberapa dalam rasa saling ketergantungan antar sumber daya manusia ditanamkan.
7. Dukungan manajemen. Seberapa baik manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugas.
8. Pengawasan. Meliputi peraturan-peraturan dan supervise langsung yang digunakan oleh manajeman untuk melihat secara keseluruhan perilaku anggota organisasi.
9. Identitas. Identitas adalah pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada organisasinya secara penuh. Misalnya, seseorang anggota organisasi yang dibangunkan dari tidurnya dan ditanya siapa dirinya? Maka jika dia menjawab “saya adalah anggota organisasi X,” berarti dia telah menjadikan organisasi tersebut sebagai bagian dari identitas dirinya.
10. Sistem penghargaan. Sistem penghargaan berbicara tentang alokasi “reward”(biasanya dikaitkan dengan kenaikan gaji dan promosi) sesuai kinerja karyawan.
11. Toleransi terhadap konflik. Adanya usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi. Jika toleransinya tinggi, maka perdebatan dalam pertemuan adalah wajar. Tetapi jika perusahaan toleransi konfliknya rendah, maka karyawan akan menghindari perdebatan dan akan menggerutu di belakang.
12. Pola komunikasi. Maksud dari pola komunikasi di sini adalah komunkasi yang terbatas pada hirarki formal dari setiap organisasi.
Kedua belas karakteristik di atas dapat menjadi ukuran bagi setiap perusahaan untuk mencapai sasarannya dan menjadi ukuran bagi karyawan dalam manilai perusahaan tempat mereka bekerja. Misalnya, dukungan manajeman merupakan ukuran penilaian terhadap perilaku kepemimpinan dari setiap manajer.
2.7 Pengertian Budaya Kerja
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi, MM dan Drs. Tri Guno, LLM )
Secara konseptual, budaya kerja secara tekstual tersebut dapat digambarkan, yaitu:
1. Integritas dan profesionalisme, yaitu konsisten dalam kata dan perbuatan serta ahli dalam bidangnya. Orang yang memiliki integritas kepribadian, maka dia akan melakukan sesuatu yang sesuai antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan.
Kepribadian ini muncul dari keyakinan bahwa bekerja tidak semata untuk meraih prestasi keduniawaian tetapi juga memiliki makna keukhrawian atau ibadah. Bekerja yang didasari oleh semangat ibadah akan menyebabkan orang bekerja tanpa pamrih untuk kepentingan individu tetapi untuk kepentingan kebersamaan. Selain itu juga memiliki kemampuan yang seimbang. Dia akan bekerja dengan pengetahuan, sikap dan keahliannya.
2. Kepemimpinan dan keteladanan, yaitu mampu mendayagunakan kemampuan potensi bawahan secara optimal. Jika ketepatan diberi kekuatan untuk menjadi pemimpin maka tidak akan memanfaatkannya untuk bekerja secara otoriter tetapi secara partisipatif.
Seseorang akan secara maksimal mendayagunakan bawahannya sebagai partner untuk mencapai visi dan misi institusi. Selain itu juga berlaku sebagai teladan. Menjadi teladan dalam kerja keras, tanggungjawab, dan kedisiplinan dan sebagainya. Sebagaimana para Nabi yang dicontohkan di dalam teks suci bahwa ”pada diri Nabi adalah contoh dan tauladan yang baik”. Para pemimpin sesungguhnya adalah pewaris para teladan sejati dalam kehidupan ini.
3. Kebersamaan dan dinamika kelompok, yaitu mendorong agar cara kerjanya tidak bersifast individual dan pusat kekuasaan tidak pada satu tangan. Sesuatu yang sangat sulit di dalam relasi kerja adalah membangun kerja sama dalam kerja kelompok.
Meskipun manusia itu tahu bahwa tidak mungkin urusan diselesaikan secara individual, namun demikian ketika harus bekerja sama terkadang mengalami kesulitan. Bayangkan saja tidak ada manusia yang bisa memenuhi kebutuhannya secara sendiri kecuali dalam relasinya dengan manusia lainnya. Ada ungkapan yang bagus yaitu TEAM, Together Everyone Achieve More. Justru melalui kebersamaan seseorang akan mendapatkan lebih banyak.
4. Ketepatan dan kecepatan, yaitu adanya kepastian waktu, kuantitas, kualitas dan finasial yang dibutuhkan. Prinsip yang harus dijadikan sebagai pedoman adalah semakin cepat semakin baik. Prinsip pelayanan yang harus dikembangkan dalam suatu institusi adalah pelayanan prima yang berbasis kecepatan dan ketepatan. Bukan prinsip gremet-gremet angger slamet atau lambat-lambat tetapi selamat, tetapi cepet-cepet angger selamet. Makanya yang diperlukan adalah kecepatan dan ketepatan.
Kerja yang cepat dan tepat merupakan kerja yang menggunakan keturukuran yang jelas. Jika pekerjaan bisa diselesaikan sehari maka akan diselesaikannya tepat waktu. Jika pekerjaan itu menghabiskan anggaran tertentu, maka akan dilaksanakan sesuai dengan ukuran anggaran yang tepat. Jika bisa seperti itu maka tidak akan terjadi kasus mark up dan sebagainya, juga bukan kerja yang menjadikan sesuatu yang mudah menjadi sulit dan sebagainya.
5. Rasionalitas dan kecerdasan emosi, yaitu keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional. Ternyata di dalam kehidupan ini yang dibutuhkan bukan sekedar orang yang cerdas secara intelektual saja. Kenyataannya banyak orang yang cerdas intelektual tetapi justru tidak berhasil dalam kehidupannya. Kehidupan ini bukan hanya membutuhkan logika akan tetapi juga kecerdasan emosi yang didasari oleh pemahaman tentang perasaan dan kemanusiaan.
Melalui kecerdasan logika manusia akan menyatakan ya atau tidak. Akan tetapi untuk menyatakan ya atau tidak tentu dibutuhkan pertimbangan kemanusiaan. Melalui keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional maka akan memunculkan keteguhan dan ketegasan. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah kecerdasan spiritual yang berbasis pada keyakinan dan moralitas kebaikan. Dengan menggabungkan ketiganya dalam kerja maka seseorang akan bisa meraih kebahagiaan yang memadai.
2.8 Tujuan Atau Manfaat Budaya Kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
2.9 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja sudah banyak dilakukan di masa lalu, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik pada organisasi bisnis maupun pada organisasi publik. Peneliti Kotter dan Heskett (1997) yang berjudul Corporate Culture and Performance menyimpulkan bahwa (1) Budaya perusahaan mempunyai pengaruh yang sangat dominant terhadap sukses tidaknya perusahaan membangun kinerja karyawan. (2) Budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap kinerja ekonomi perusahaan. (3) Budaya organisasi dapat diciptakan dan dibentuk untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Studi di Indonesia yang dilakukan oleh NurFarhati (1999) menyimpulkan bahwa: (1) Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang erat dengan kinerja karyawan. (2) Budaya organisasi, yang terdiri dari inovasi dan kepedulian, perilaku pemimpin dan orientasi tim, berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.10 Pengaruh Budaya Organisas Terhadap Kepuasan dan Dampaknya
Terhadap Kinerja.
Budaya memiliki arti penting dalam organisasi. Proposisi yang diajukan oleh Chuang, Church dan Zikic (2004), yakni kesesuaian budaya organisasi akan dapat mengurangi terjadinya konfllik, baik yang terkait dengan pekerjaan maupun yang terkait dengan hubungan antarindividu. Temuan Tepeci (2001) mengungkapkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja, tingkat keinginan untuk tetap bertahan pada organisasi dan kemauan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak lain
Selanjutnya Rao (1996) menambahkan bahwa ada beberapa hal yang mampu membuat karyawan mau lebih beprestasi dalam bekerja, yaitu: (1) Karyawan akan bekerja keras apabila merasa dibutuhkan oleh organisasi. (2) Karyawan akan bekerja lebih baik apabila mereka mengerti dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka dan apabila sekali mereka berwenang mengubah harapan-harapan itu. (3) Karyawan akan bekerja lebih apabila mereka untuk dihargai dan diberi ganjaran. (4) Karyawan akan bekerja lenih baik apabila mereka mengetahui mempergunakan kemampuan mereka, dan (5) Karyawan akan bekerja lebih baik apabila mereka dipercaya karena dipengaruhi budaya organisasi yang baik dan berdampak terhadap kepuasan kerja itu sendiri yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja mereka.
Dari uraian di atas dan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris budaza organisasi mempengaruhi kerja dan berdampak terhadap kinerja karyawan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Oganisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robbins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).

Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan impleentasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.
Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja sudah banyak dilakukan di masa lalu, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik pada organisasi bisnis maupun pada organisasi publik. Peneliti Kotter dan Heskett (1997) yang berjudul Corporate Culture and Performance menyimpulkan bahwa (1) Budaya perusahaan mempunyai pengaruh yang sangat dominant terhadap sukses tidaknya perusahaan membangun kinerja karyawan. (2) Budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap kinerja ekonomi perusahaan. (3) Budaya organisasi dapat diciptakan dan dibentuk untuk meningkatkan kinerja organisasi.


Studi Kasus
PENERAPAN “BUDAYA ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA”
BALITBANG DEPHAN
GUNA MEWUJUDKAN KINERJA YANG OPTIMAL
Tanggal Terbit: Desember 2009
Tanggal Pengambilan: 23 Desember 2009

Pendahuluan
Keberhasilan suatu organisasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sangat tergantung kepada Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini personil yang mengawakinya. Balitbang Dephan melalui Keputusan Menteri Pertahanan RI Nomor : Kep/19/M/XII/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertahanan memiliki tugas pokok dan fungsi menyelenggarakan penelitian, pengkajian dan pengembangan bidang Strategi dan Sistem Pertahanan, Peningkatan Sumber Daya Manusia, Penerapan Iptek Pertahanan dan Pemberdayaan Industri Nasional dalam rangka Pertahanan Negara.
Sebagai institusi ilmiah, Balitbang Dephan memiliki tanggung jawab dalam memanfaatkan, menguasai dan mengembangkan iptek pertahanan. Dalam mendukung pertahanan negara, tugas dan tanggung jawab Balitbang Dephan semakin strategis dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pada pasal 23 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Dalam rangka meningkatkan kemampuan pertahanan negara, pemerintah melakukan penelitian dan pengembangan industri dan teknologi di bidang pertahanan” selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan bahwa “ Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri mendorong dan memajukan pertumbuhan industri pertahanan”. Ini berarti bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang) memiliki arti yang sangat penting dan strategis dalam rangka pengembangan iptek pertahanan karena pengembangan iptek pertahanan memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat kemampuan penyelenggaraan pertahanan negara. Hal lain yang memperkuat pentingnya peranan Balitbang Dephan dalam mewujud-kan pertahanan negara, salah satu program kabinet Indonesia Bersatu adalah “mewujudkan kemandirian di bidang industri pertahanan”.
Sejalan dengan uraian tersebut maka guna mewujudkan keberhasilan tugas pokok dan fungsi Balitbang Dephan diperlukan dukungan SDM (Pesonel) yang profesional di bidang masing-masing guna mewujudkan kinerja yang optimal.
Landasan Teori Budaya Organisasi
Seperti halnya pengertian motivasi dan kepemimpinan, pengertian budaya organisasi banyak diungkapkan oleh para ilmuwan yang merupakan ahli dalam ilmu budaya organisasi, namun masih sedikit kesepahaman tentang arti konsep budaya organisasi atau bagaimana budayaorganisasi harus diobservasi dan diukur (Brahmasari, 2004). Lebih lanjut Brahmasari (2004:16) mengemukakan bahwa hal tersebut dikarenakan oleh kurangnya kesepahaman tentang formulasi teori tentang budaya organisasi, gambarannya, dan kemungkinan hubungannya dengan dampak kinerja.
Ndraha (2003:4) dalam Brahmasari (2004:12) mengemukakan bahwa budaya perusahaan (corporate culture) merupakan aplikasi dari budaya organisasi (organizational culture) terhadap badan usaha atau perusahaan. Kedua istilah ini sering dipergunakan untuk maksud yang sama secara bergantian. Marcoulides dan Heck (1993) dalam Brahmasari (2004:16) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu konsep dapat menjadi suatu sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan. Tanpa ukuran yang valid dan reliabel dari aspek kritis budaya organisasi, maka pernyataan tentang dampak budaya pada kinerja akan terus Brahmasari: Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi berdasarkan pada spekulasi, observasi personal dan studi kasus
Glaser et al. (1987) dalam Koesmono (2005:9) mengemukakan bahwa budaya organisasional seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritualritual, dan mitor-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Hofstede (1986:21) dalam Koesmono (2005:9) mengemukakan bahwa budaya dapat didefinisikan sebagai berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompokkelompok orang dalam lingkungannya. Tika (2006:16) mengemukakan bahwa dalam pembentukan budaya organisasi ada ua hal penting yang harus diperhatikan yaitu unsur-unsur pembentuk budaya organisasi dan proses pembentukan budaya organisasi itu sendiri.
Sementara itu Robbins (1996) dalam Tika (2006:20-21) menjelaskan mengenai 3 (tiga) kekuatan untuk mempertahankan suatu budaya organisasi sebagai berikut: (1) Praktik seleksi, proses seleksi bertujuan mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses dalam organisasi. (2) Manajemen puncak, tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi.
Ucapan dan perilaku mereka dalam melaksanakan norma-norma sangat berpengaruh terhadap anggota organisasi. (3) Sosialisasi, sosialisasi dimaksudkan agar para karyawan baru dapat menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi ini meliputi tiga tahap yaitu tahap kedatangan, tahap pertemuan, dan tahap metromofis.
Selanjutnya Tika (2006:21) memberikan kesimpulan tentang proses pembentukan budaya organisasi melalui 4 (empat) tahapan, yaitu tahap pertama terjadinya interaksi antar pimpinan atau pendiri organisasi dengan kelompok/perorangan dalam organisasi. Pada tahap kedua adalah dari interaksi menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi. Tahap ketiga adalah bahwa artifak, nilai, dan asumsi akan diimplementasikan sehingga membentuk budaya organisasi. Tahap terakhir adalah bahwa dalam rangka mempertahankan budaya organisasi dilakukan pembelajaran (learning) kepada anggota baru dalam organisasi.Hofstide (1997) dalam Munandar, Sjabadhyni, dan Wutun (2004:20) mengemukakan bahwa budaya organisasi mempunyai 5 (lima) ciri-ciri pokok yaitu:
(1) Budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang integral dan saling terkait,
(2) Budaya organisasi merupakan refleksi sejarah dari organisasi yang bersangkutan,
(3) Budaya organisasi berkaitan dengan hal-hal yang dipelajari oleh para antropolog,
seperti ritual, simbol, ceritera, dan ketokohan,
(4) Budaza organisasi dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa budaya organisasi
lahir dari konsensus bersama dari sekelompok orang yang mendirikan organisasi
tersebut,
(5) Budaya organisasi sulit diubah.

Budaya organisasi dan Budaya Kerja Balitbang Dephan.
Dengan bergulirnya reorganisasi Departemen Pertahanan, salah satu institusi Litbang Dephan pun mengalami perubahan nama yang semula BPPIT (Badan Pengkajian dan Penerapan Industri dan Teknologi) berubah menjadi Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) sesuai dengan Kep Menhan Nomor: Kepmen/19/XII/2000 tanggal 29 Desember 2000 bersamaan dengan perubahan nama tersebut, telah terjadi pergantian pimpinan yang dijabat oleh Bapak DR. H. Soefjan Tsauri, M.Sc (Mantan Ketua LIPI) yang telah membawa nuansa baru dengan dicanangkannya “Budaya Kerja Balitbang Dephan” yang dirumuskan dengan tiga kata yaitu “Kebersamaam, Keterbukaan dan Profesionalisme” dan diikuti oleh motto “menjadikan Balitbang Dephan suatu institusi “Elite yang senantiasa berkembang dan dapat dibanggakan” Suatu rumusan kalimat yang singkat namun mengandung makna padat dengan harapan dapat memberikan motivasi dan semangat seluruh anggota Balitbang Dephan dalam mewujud-kan kinerja yang optimal sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Hakekat Budaya Kerja “Kebersamaan, Keterbukaan dan Profesionalisme”.
Budaya kerja Balitbang Dephan telah disosialisasikan kepada seluruh anggota Balitbang Dephan. Satu hal yang menjadi pertanyaan di sini adalah: Sudahkah Budaya Kerja tersebut diterapkan dalam pelaksanan tugas sehari-hari oleh seluruh anggota Balitbang Dephan, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu memahami makna dan hakekat dari Budaya Kerja “Kebersamaan, Keterbukaan dan Profesionalisme” tersebut.

Hakekat Budaya Organisasi dan Budaya Kerja Organisasi.
Dijelaskan oleh Drs. Gering Supriyadi, MM dalam “Budaya Kerja Organisasi Pemerintahan”, budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang tercermin dari sikap, perilaku, kepercayaan dan cita-cita kemudian diwujudkan dalam kerja. Menurut Prof. DR. Wan Usman, M.A, dalam Modul Manajemen Strategik KSKN, Pasca sarjana UI, disebutkan bahwa “Budaya Organisasi adalah suatu himpunan asumsi penting dari suatu kebiasaan yang dinyatakan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang dianut oleh para anggotanya dan dijadikan acuan dalam mencapai tujuan organisasi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa budaya organisasi mirip dengan kepribadian individu yang ditampakkan dengan cara seseorang bertindak, bagaimana cara-cara organisasi berkomunikasi, baik di dalam maupun di luar organissasi. Dalam mengimplemen-tasikan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi suatu organisasi budaya organisasi ikut berperan. Memahami makna tersebut maka Balitbang Dephan yang telah memiliki budaya kerja organisasi, hendaknya dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi setiap anggota dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan dalam perencanaan strategik Balitbang Dephan agar dapat terwujud secara efektif dan efisien.

Hakekat Kebersamaan
Secara Harfiah kebersamaan berasal dari kata dasar “sama” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti “tidak berbeda, tidak berlainan” atau “keadaan sepadan, sebanding, seimbangan dan setara”. Selanjutnya kebersamaan berarti menjadikan dirinya sama, sepadan, sebanding dan tidak berlainan dengan orang lain sehingga mencapai keserasian dan keselarasan (keharmoni-san). Konsep kebersamaan dapat diterapkan pada seluruh aspek kehidupan, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Dalam bidang organisasi istilah kebersamaan lebih tepat dan diidentikkan dengan kata “bekerja sama”. Penjabaran kata bekerja sama dapat diwujudkan dengan berbagai macam makna sesuai dengan konteks kalimat dan kepentingannya.
Dijelaskan oleh Chester S. Bernard (terjemahan) dalam “Pengantar Manajemen Umum” oleh Muhammad Abdul Muhyi, organisasi yaitu bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama, sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dijelaskan lebih lanjut unsur-unsur dasar yang membentuk organisasi yaitu adanya tujuan dua orang atau lebih adanya pembagian tugas dan adanya kehendak untuk bekerja sama. Menyimak penjelasan pada “Penerapan Manajemen Modern di lingkungan Pemerintah”, bahwa keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang memiliki etos kerja baik, berfikir analitis, tidak bersikap sektoral, partisipatif, dapat memadukan sistem yang ada dan dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja. Dari dua pendapat tersebut, mengandung makna pentingnya kebersamaan/kerja sama antar anggota dalam suatu organisasi.
Di lingkungan budaya jawa, makna kebersamaan terangkum dalam pepatah “Rumongso melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sariro hangrasa wani”, dapat diterjemahkan sebagai “Rasa ikut memiliki, kekeluargaan dan keintegrasian, melu hangrungkebi berarti “apa yang kita miliki bersama jangan sampai terlepas dan kita pegang teguh (kegotong-royongan dan komitmen). Makna mulat sariro hangroso wani, berarti “keberanian untuk bisa introspeksi diri atau mawas diri “ berusaha untuk mengakui kesalahan diri sendiri dan berusaha memperbaiki dengan kemampuan dan kepercayaan diri. Makna dari pepatah tersebut dalam bahasa inggris dapat diterjemahkan dengan kata-kata “Sense of belonging, sense of responsibility dan accountability and looking into on self, having the courage to face any challenge”.

Hakekat Keterbukaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara harfiah kata ‘terbuka” berarti tidak tertutup, tersingkap, tidak terbatas pada orang tertentu saja, tidak dirahasiakan”. Keterbukaan diartikan sebagai toleransi dan membuka diri untuk orang lain, dalam rangka menjalin hubungan untuk berkomunikasi dan saling berinteraksi, mau menerima saran dan masukan dari orang lain. Dijelaskan dalam “Pengantar
Manajemen Umum” bahwa “suatu organisasi yang berhasil guna dan berdaya guna senantiasa memandang organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka (open manajemen) menerapkan birokrasi yang transparan dan memperhatikan keterkaitan antara sistem internal organisasi dengan sistem eksternal lingkungannya”. Dengan sistem keterbukaan dalam organisasi, akan lebih meningkatkan peran serta dan aktualisasi diri bagi setiap anggotanya, menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya sehingga ikut bertanggung jawab tercapainya tujuan organisasi. Demikian halnya kata kebersamaan, kata keterbukaan dapat diimplemen-tasikan pada seluruh aspek kehidupan, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Bergulirnya era reformasi saat ini, tuntutan akan keterbukaan di segala bidang kehidupan semakin meningkat. Partisipasi masyarakat semakin meningkat, harus diarahkan pada jalur yang benar (sesuai norma yang ada) dan secara proporsional menuju peningkatan manajemen yang lebih baik.

Hakekat Profesionalisme.
Istilah profesionalisme sudah akrab didengar, utamanya di lingkungan kerja, namun tidak ada salahnya untuk menguraikan makna yang terkandung dalam kata profesionalisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata profesionalisme berasal dari kata “profesi yang berarti bidang pekerjaan yang dilandasi dengan keahlian, (keterampilan, kejuruan dan lain-lain) tertentu. Selanjutnya profesionalisme berarti, mutu, kualitas atau tindak-tanduk / unjuk kerja yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional di bidangnya.
Untuk mewujudkan profesionalisme yang optimal tentunya tidak hanya knowledge, skill, attitude namun faktor yang perlu dipertimbangkan dan cukup berpengaruh adalah situasi dan kondisi kerja yang kondusif, hubungan inter personal yang komunikatif dan “team work”/ kerja sama yang solid.

Penerapan Budaya Kerja Balitbang Dephan dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi.
Dari uraian tentang hakekat budaya kerja “Kebersamaan, Keterbukaan dan Profesionalisme”, selanjutnya penulis mencoba menjabarkannya untuk dapat diaplikasikan sesuai tugas dan fungsi dalam bidang masing-masing.

a. Budaya kebersamaan, diaplikasi-kan sebagai berikut :
o Dapat bekerja sama dengan siapapun, dimanapun berada, kapan pelaksanaanya dan dalam situasi yang bagaimanapun merupakan kelompok kerja yang kompak dan solid), contohnya dalam penyusunan naskah Litjianbang di Balitbang Dephan tidak ada naskah Litjianbang yang dihasilkan oleh perorangan, namun melalui kelompok kerja (Panyek atau Pangiat).
o Memegang teguh prinsip dan tujuan yang telah ditentukan bersama, loyalitas dan dedikasi penuh. Tidak mengkhianati atasan, rekan kerja maupun bawahan, tidak ingkar terhadap gagasan / kebijakan yang telah disepakati bersama (menjaga komitmen).
o Tidak berfikir sektoral (bagian per bagian atau Puslitbang per Puslitbang) melainkan atas nama satu “Balitbang Dephan”/ untuk kepentingan Satuan. Memandang orang lain sebagai bagian yang integral atas suatu keberhasilan.
o Kesediaan menularkan pengeta-huan dan ketrampilan yang dimiliki (terutama personel yang telah mengikuti pendidikan, kursus maupun penataran) kepada yang lebih yunior/bawahan dengan tujuan kaderisasi, dengan rekan setingkat atau atasan /senior untuk sharing.
o Menghormati dan menghargai atasan atau senior, menyayangi rekan sesama/setingkat dan kepada bawahan, (menghormati dan menghargai orang lain berarti menghormati dan menghargai diri sendiri).
o Mengikis habis rasa “senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang”. Berusaha mengerti kesulitan rekan kerja atau bawahan dan berusaha untuk memberikan bantuan, utamanya dukungan moril atau pemikiran pemecahan masalah.
o Memberikan kontribusi nyata dan ikut berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang ada di Balitbang sesuai dengan bidang keahlian/keterampilan masing-masing.

b. Budaya keterbukaan, diapikasikan sebagai berikut :
• Senantiasa berfikir positif terhadap orang lain. Hal ini bisa dilakukan apabila kita memiliki hati yang bersih dan tulus ikhlas (menghilangkan rasa iri, dan dengki ).
• Membuka diri dan mau menerima saran dan kritik dari orang lain selanjutnya dijadikan bahan masukan penyempurnaan tugas pekerjaan. Tidak memandang dari mana kritik dan saran tersebut, namun lebih melihat apa dan bagaimana isi kritik yang disampaikan.
• Setiap program dan perencana-an kegiatan yang dibuat melibatkan seluruh pihak yang terkait sesuai dengan batas wewenang masing-masing, sehingga seluruh anggota mengetahui kondisi Satker dan saling mempercayai antara pimpinan dengan yang dipimpin.
• Tidak melakukan langkah dan tindakan di luar ketentuan yang telah disepakati, sehingga semua tindakan dapat terkontrol, terkoordinasi dan terarah. Bila ada saran dan masukan terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi serta kebijakan yang ada hendaknya melalui prosedur yang telah ditetapkan (dapat memanfaatkan kotak saran).
• Bila terjadi kegagalan tidak bersifat “manipulatif”, yaitu mengeksploitasi kelemahan/kekurangan orang lain untuk kepentingan sendiri akan lebih bijaksana mencari upaya perbaikan dengan tetap bersabar dan kembali bersabar.


c. Budaya profesionalisme, diaplikasi-kan sebagai berikut :
o Berpola pikir, pola sikap dan pola tindak yang “intelek-tualistis, rasionalistis dan realistis dengan mempertim-bangkan segi efektif dan efisiensinya (dengarkan sebelum berbicara, pikirkan sebelum bertindak).
o Memahami dan menganalisis setiap tugas dan pekerjaan yang diberikan dengan berpikir sistematik, komprehensif, holistik dan integral terhadap penyelesai-an masalah, serta obyektif terhadap pertimbangan yang diperlukan.
o Bersikap proaktif, kreatif inovatif dan responsif dalam menghadapi perubahan yang terjadi dan memanfaatkan ilmu dan teknologi untuk kepentingan Satker.
o Toleransi dan kompromis terhadap perbedaan pendapat dan komitmen terhadap keputusan yang telah disepakati. Senantiasa meningkatkan kemam-puan diri dengan memanfaatkan setiap peluang/kesempatan yang ada dengan tetap “bersaing sehat”/kompetetif, maju tanpa menjatuhkan/mengorbankan pihak lain (contoh: Kesempatan mengikuti Dik, kursus, pelatihan-keterampilan dan lain-lain atau dalam penempatan jabatan).
o Menyambut gembira dan senan-tiasa menikmati setiap tugas dan pekerjaan yang diberikan, tetap konsen dan bertanggung jawab atas penyelesaiannya.

Penutup
a. Penjabaran tentang budaya kerja Balitbang Dephan yang telah diuraikan di atas, bukan merupakan “harga mati’, namun setidak-tidaknya dapat memberikan sedikit gambaran dalam rangka penerapan-nya untuk mewujudkan kinerja yang optimal bagi seluruh personel Balitbang Dephan.
b. Tantangan tugas pokok dan fungsi Balitbang Dephan semakin kompleks dan strategis, dengan organisasi yang diawaki oleh 2 unsur (TNI dan PNS) yang lahir dengan basic berbeda, dengan adanya kemitraan dan penerapan budaya kerja Balitbang Dephan diharapkan terciptanya team work yang solid.
c. Hingga kini Balitbang Dephan telah banyak menghasilkan naskah kajian maupun prototipe, dengan penerapan budaya kerja semoga Balitbang Dephan bisa lebih meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga dapat menghasilkan kajian-kajian yang aplicable dan dapat “ditindak lanjuti” serta dimanfaatkan oleh pihak lain yang terkait, untuk kepentingan Pertahanan Negara.


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Sopiah, MM., M.Pd. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: ANDI.
Sutarto. 1993. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: UGM PRESS.
Wan Usman. 2004. “Modul Perkuliahan S-2 KSKN, UI, “Manajemen /Strategik”,.
Jakarta.
Gering, Supriyadi dan Triguno. 2001. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah. Jakarta
LAN.
Stephen P. Robbin. 1994. Teori Organisasi. Jakarta: Arcan
Sunarto. 2003. Teori Organisasi. Yogyakarta: Amus&Mahendro Total Design
Ndraha Taliziduhu, 2005. Teori Budaya Organisasi, Cetakan Pertama, PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Nimran Umar, 2004. Perilaku Organisasi, Cetakan Ketiga, CV. Citra Media,
Surabaya.





Tidak ada komentar: